TEKS BERJALAN

EMERENSIA TANGKAS: SAYA PANCASILA. READINESS AND SACRIFICE

Minggu, 14 Oktober 2018

Tentang Seorang Pemikir

Ketika berada di sisimu begini, aku hanya mencoba memanfaatkan waktu yang tersisa untuk memberanikan diri menatap matamu. karena aku tahu semua terpaut oleh waktu.
source : pinterest

Tidak mudah menjadi anak tunggal, tunggal yang sebenarnya tak tunggal. Sebab kakakku yang pertama memilih jalan hidup menjadi Pastor dan kakakku yang kedua memilih menikah dengan seorang berkebangsaan Jepang dan menetap disana. Kini semua yang kulakukan harus dilandasi pemikiran yang matang, termasuk ketika memutuskan untuk jatuh cinta. Sebab pada siapa aku jatuh cinta dan menikah nanti akan menentukan nasib Ayah dihari tua. Terlebih Bunda telah tiada, maka akulah yang harus setia mendampinginya.

Terjebak dalam kondisi dilematis, tentang apakah aku benar-benar menyukainya. Dazel yang tak sengaja menjadi temanku karena pembagian kelompok pada kelas hukum bisnis. Saat itu dosen kami pak Yudistira membagi kelompok diskusi secara acak yang membuatku bertemu dengannya.

"Saya sengaja membuat diskusi kelompok untuk mata kuliah ini, siapa tahu jodoh kalian ada di kelompok tersebut. Carilah pacar mulai dari sekarang karena kalau sudah semester tua kalian akan sibuk dengan skripsi, kalau sudah kerja kalian akan sibuk pada pekerjaan, tidak ada waktu untuk cari pasangan. Saya juga bertemu istri saya waktu kerja kelompok saat kuliah dulu," ujar pak Yudis.

Sejak diskusi pertama aku tahu diantara kelima anggota kelompok hanya aku dan Dazel yang benar-benar berusaha memecahkan masalah untuk setiap kasus di kelas. Ya dia sama sepertiku dia seorang pemikir. Hanya aku sedikit tidak menyukainya, menurutku dia terlalu arogan dengan selalu mencoba mengangkat tangan saat pak Yudis memberi kesempatan untuk bersuara, hingga tak ada kesempatan untuk teman lainnya.
“Kenapa kamu selalu jawab diskusi di kelas?,” tanyaku. “Karena ada kesempatan untuk diskusi jadi kenapa tidak dimanfaatkan,” jawabnya.
Dari situ aku mulai tahu dia hanya memanfaatkan kesempatan untuk berdiskusi, jauh dari pendapat teman-teman yang menganggap ia cari muka. Tidak salah memang.
***
Tiga minggu kebelakang, ada hal berbeda yang kurasakan. Ia tak lagi Dazel yang biasanya, dimataku ia tampak begitu rapi dan menarik perhatian. Setiap sore saat duduk di balkon rumah dengan menghirup aroma matahari, bayangannya selalu muncul. Aku menunggu-nunggu saat dimana kami akan pergi bersama lagi, duduk berdua atau bersama teman lainnya, menikmati kopi dan membahas band kesukaannya. Sekali lagi, aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.
Tapi berdasarkan pemikiranku selama beberapa minggu ini, tampaknya akan sulit mendapat kesempatan untuk duduk di café sembari mendengarkan Sunflower dari Rex Orange County bersama. Ya, pilihan untukku pergi bersama teman-temanku dan ia bersama teman-temannya selalu menjadi pilihan yang lebih baik.

Entahlah, aku mencoba untuk selalu berpikir positif, tentang apakah aku benar menyukainya atau tidak, setidaknya setiap kali berada didekatnya, itu menjadi hadiah bagi mataku untuk menatapnya, hadiah bagi mulutku untuk berlatih berbicara tentang hal-hal baik, hadiah bagi pikiranku untuk selalu mengkritisi setiap isi dari perbincanganku dengannya. Pemikirannya yang begitu terbuka, dan semua petanyaan-pertanyaan setidak-tidaknya memotivasiku untuk selalu berpikir, mengikuti perkembangan dan mendorongku menjadi pribadi yang lebih baik.

Beginilah risiko menjadi seorang pemikir, masih kuingat saat kelas empat SD ketika aku terlambat datang kesekolah, Pak Zardani menghukumku berdiri di depan kelas, setelah berjalan satu jam ia menawarkan penitensi, “Cempaka, capek? Kamu nangis dulu baru kembali ke bangkumu,” Sebenarnya waktu itu aku tinggal menangis saja maka hukumanku akan berakhir. Tapi aku berpikir, bukankah hal bodoh menangis tanpa sebab?

Hingga hari ini tak ada kesimpulan yang bisa kutarik, aku belum memutuskan apakah aku menyukainya atau tidak. Dazel, teruslah seperti ini. Ketika berada di sisimu begini, aku hanya mencoba memanfaatkan waktu yang tersisa untuk memberanikan diri menatap matamu. karena aku tahu semua terpaut oleh waktu.


15/10/2018
Yogyakarta
Emerensia Tangkas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar