Bahasa
merupakan identitas suatu bangsa, artinya bahasa merupakan salah satu sarana
untuk bersaing secara global. Masyarakat Indonesia harus menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap mencintai bahasa Indonesia. Saya menulis
opini ini dari sudut pandang pengguna bahasa bukan ahli bahasa.
sumber : Bekti Patria - WordPress.com |
Dunia yang
semakin kompleks menuntut semua negara untuk bersaing dalam berbagai bidang, seperti
perdagangan, politik, ketahanan nasional, budaya dan masih banyak lagi. Oleh
karena itu, hal yang tidak boleh dilupakan adalah dalam konteks globalisasi
bahasa Indonesia
harus bersaing dengan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Saat ini bahasa Indonesia berada di persimpangan jalan. Sebagian besar masyarakat memaknai globalisasi sebagai penginggrisan, semua pihak terutama para pelajar dituntut untuk fasih berbahasa Inggris sebagai pegangan untuk menghadapi persaingan global.
Penguasaan bahasa asing memang diperlukan, misalnya untuk berkomunikasi dengan orang asing atau untuk memahami literatur-literatur asing yang kita perlukan untuk kepentingan akademis maupun hanya sekadar memperluas wawasan. Banyak orang tua mengajarkan bahasa asing sejak dini kepada anak-anak mereka, saya sangat mengapresiasi hal tersebut. Akan tetapi, menurut saya bahasa Indonesialah yang harus diajarkan pertama kali pada anak sebagai bahasa pengantar, tentu lain lagi bagi orang tua yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Tidak sedikit orang tua memilih bahasa Inggris sebagai bahasa utama yang diajarkan kepada anak karena beranggapan menggunakan bahasa asing itu merupakan hal yang “keren” dan merupakan tren untuk mengikuti perkembangan zaman. Bagaimana jika paradigmanya diubah? Persaingan bahasa bukan hanya antar pribadi tetapi juga antar bangsa, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar bukan hanya dalam rangka menunjukkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tetapi juga sebagai sarana komunikasi untuk mendukung kemajuan bangsa dari sisi kecintaan terhadap bahasa nasionalnya.
Menurut saya sebenarnya bahasa nasional kita mempunyai kemampuan yang setara dengan bahasa asing yang sudah mendunia. Bahasa Indonesia cukup kaya akan ragam bahasa dan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi bahasa pengantar ilmu pengetahuan dan teknologi dalam buku-buku pelajaran setara dengan bahasa Inggris. Meskipun demikian, sebagian masyarakat masih memandang rendah martabat bahasa Indonesia. Seringkali penggunaan bahasa baku justru menjadi bahan ejekan. Sikap para pengguna bahasa menjadi kendala dalam pengembangan bahasa Indonesia. Masih banyak masyarakat berbahasa Indonesia hanya dengan mengandalkan bahasa alamiah yang dipelajari dari pengalaman berbahasa sehari-hari tanpa memikirkan diksi yang tepat, orang lebih banyak berargumen “yang penting tahu maksudnya”. Masyarakat berpendapat bahwa karena bahasa Indonesia merupakan bahasa sehari-hari maka tidak perlu lagi untuk belajar bahasa Indonesia, apalagi untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai acuan.
Saya pribadi seringkali menemukan kesulitan saat membaca buku-buku berbahasa Indonesia karena kekurangan pengetahuan mengenai kosa kata yang jarang digunakan dalam berbahasa sehari-hari, bahkan terkadang bahasa kita sendiri terasa asing didengarkan. Ketika menemukan kesulitan memahami bacaan dengan bahasa sendiri masyarakat cenderung menilai bacaannya yang terlalu sulit dipahami, padahal mungkin karena wawasan kitalah yang masih terlalu sempit dalam menguasai bahasa nasional kita sendiri. Tidak semua bacaan membahas masalah sederhana, beberapa tulisan menuntut pemahaman yang lebih mendalam. Tentunya bacaan dengan standar bahasa yang tinggi akan sulit dipahami hanya dengan mengandalkan pengetahuan berbahasa sehari-hari. Untuk kalangan akademisi seperti dosen dan para ilmuwan, tidak jarang mereka lebih kaya kosa kata bahasa asing daripada bahasa nasionalnya sendiri.
harus bersaing dengan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Saat ini bahasa Indonesia berada di persimpangan jalan. Sebagian besar masyarakat memaknai globalisasi sebagai penginggrisan, semua pihak terutama para pelajar dituntut untuk fasih berbahasa Inggris sebagai pegangan untuk menghadapi persaingan global.
Penguasaan bahasa asing memang diperlukan, misalnya untuk berkomunikasi dengan orang asing atau untuk memahami literatur-literatur asing yang kita perlukan untuk kepentingan akademis maupun hanya sekadar memperluas wawasan. Banyak orang tua mengajarkan bahasa asing sejak dini kepada anak-anak mereka, saya sangat mengapresiasi hal tersebut. Akan tetapi, menurut saya bahasa Indonesialah yang harus diajarkan pertama kali pada anak sebagai bahasa pengantar, tentu lain lagi bagi orang tua yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Tidak sedikit orang tua memilih bahasa Inggris sebagai bahasa utama yang diajarkan kepada anak karena beranggapan menggunakan bahasa asing itu merupakan hal yang “keren” dan merupakan tren untuk mengikuti perkembangan zaman. Bagaimana jika paradigmanya diubah? Persaingan bahasa bukan hanya antar pribadi tetapi juga antar bangsa, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar bukan hanya dalam rangka menunjukkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tetapi juga sebagai sarana komunikasi untuk mendukung kemajuan bangsa dari sisi kecintaan terhadap bahasa nasionalnya.
Menurut saya sebenarnya bahasa nasional kita mempunyai kemampuan yang setara dengan bahasa asing yang sudah mendunia. Bahasa Indonesia cukup kaya akan ragam bahasa dan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi bahasa pengantar ilmu pengetahuan dan teknologi dalam buku-buku pelajaran setara dengan bahasa Inggris. Meskipun demikian, sebagian masyarakat masih memandang rendah martabat bahasa Indonesia. Seringkali penggunaan bahasa baku justru menjadi bahan ejekan. Sikap para pengguna bahasa menjadi kendala dalam pengembangan bahasa Indonesia. Masih banyak masyarakat berbahasa Indonesia hanya dengan mengandalkan bahasa alamiah yang dipelajari dari pengalaman berbahasa sehari-hari tanpa memikirkan diksi yang tepat, orang lebih banyak berargumen “yang penting tahu maksudnya”. Masyarakat berpendapat bahwa karena bahasa Indonesia merupakan bahasa sehari-hari maka tidak perlu lagi untuk belajar bahasa Indonesia, apalagi untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai acuan.
Saya pribadi seringkali menemukan kesulitan saat membaca buku-buku berbahasa Indonesia karena kekurangan pengetahuan mengenai kosa kata yang jarang digunakan dalam berbahasa sehari-hari, bahkan terkadang bahasa kita sendiri terasa asing didengarkan. Ketika menemukan kesulitan memahami bacaan dengan bahasa sendiri masyarakat cenderung menilai bacaannya yang terlalu sulit dipahami, padahal mungkin karena wawasan kitalah yang masih terlalu sempit dalam menguasai bahasa nasional kita sendiri. Tidak semua bacaan membahas masalah sederhana, beberapa tulisan menuntut pemahaman yang lebih mendalam. Tentunya bacaan dengan standar bahasa yang tinggi akan sulit dipahami hanya dengan mengandalkan pengetahuan berbahasa sehari-hari. Untuk kalangan akademisi seperti dosen dan para ilmuwan, tidak jarang mereka lebih kaya kosa kata bahasa asing daripada bahasa nasionalnya sendiri.
Oleh
karena itu, perlu dipikirkan secara mendalam kebijakan-kebijakan tingkat
nasional untuk mengembangkan dan menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
yang kaya, bermartabat, memiliki daya saing secara global dan paling utama bagi
masyarakat Indonesia. Kita perlu membangun kesadaran masyarakat untuk menyadari
bawsa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang diraih dengan penuh perjuangan
untuk diakui sebagai bahasa resmi. Kita harus berbangga karena sejak 2016 lalu
bahasa nasional kita telah ditetapkan sebagai bahasa resmi ASEAN dan menjadi
mata pelajaran wajib di beberapa sekolah di negara seperti Vietnam dan
Australia. Kita perlu meningkatkan frekuensi menggunakan bahasa Indonesia
terutama diranah akademis pada tingkat perguruan tinggi yang belakangan ini
cenderung menggunakan bahasa Inggris dalam modul-modul pembelajarannya. Kita
perlu menyadari bahwa melestarikan bahasa Indonesia merupakan tugas mutlak kita
sebagai anak bangsa. Kita juga harus meninggalkan argumen “yang penting tahu
maksudnya” dalam berbahasa Indonesia. Namun, semua itu hanya pendapat saya.
Siapa peduli?
sip mbak, ini menyadarkan wkwk
BalasHapus