TEKS BERJALAN

EMERENSIA TANGKAS: SAYA PANCASILA. READINESS AND SACRIFICE

Rabu, 12 Februari 2020

Pelajaran Berlari

Saat ini  saya sedang mendengarkan "Alone in Kyoto" dari Air meski saya sedang tidak di Kyoto.

Saya baru saja pulang dari tempat kerja, membersihkan muka lalu mulai mengetik cerita ini. Sedikit rasa sedih yang saya rasakan sore ini membawa saya pada sebuah perenungan yang akan saya ceritakan dalam konten ini.

Beberapa saat yang lalu, saya melakukan apply internship di salah satu perusahaan besar bersama dua teman dekat saya. Banyak usaha yang telah saya lakukan. Awalnya saya berpikir apabila diterima, ini akan menjadi alasan saya untuk resign dari tempat kerja saya saat ini, kegiatan diluar perkuliahan setelah saya pensiun dari hiruk-pikuk dinua perhimpunan di Kampus. 

Namun ternyata email yang masuk sore ini, mendatangkan permohonan maaf. Ya, email itu berisi rejection. Sedikit kecewa, tapi tidak apa.

Beberapa waktu terakhir seringkali saya berpikir bahwa sesuatu terjadi karena memang sudah seharusnya terjadi. Belakangan cara berpikir demikian cukup meringankan beberapa hal yang biasanya terlalu saya pikirkan. Termasuk penolakan untuk internship ini, saya berpikir bahwa ini terjadi karena memang sudah seharusnya terjadi. Toh hal ini berarti saya bisa bebas nonton konser tur Dewa 19 yang merupakan salah satu cita-cita saya dalam hidup.

Semester ini adalah waktunya saya memasuki masa penyusunan skripsi. Sempat muncul pertanyaan dalam benak saya, apakah ini saatnya untuk mengurangi aktivitas. Terbiasa sibuk dengan sekolah, kegiatan organisasi dan komunitas sejak SMA memang membawa saya pada sikap ambisius dan ingin mencoba banyak hal. Terlebih ketika memasuki SMA saya begitu dianak emaskan, saya memang masuk golongan siswi terbaik disekolah baik dari sisi akademis maupun kegiatan diluar akademis. Jika dulu teman-teman saya harus ikut seleksi untuk bisa ikut lomba mewakili sekolah, saya bisa dengan mudah mengikuti golden tiket. Prestasi tersebut juga membawa saya dipromosikan menjadi ketua OSIS, meski gagal posisi tetap saya peroleh yakni menjadi wakit ketua OSIS. Di Kampus saya kembali menjajal beberapa komunitas sampai begitu nyaman dengan Himpunan Program Studi di tempat saya kuliah. Di himpunan banyak peran saya lakono, dari anggota biasa, koordinator, bendahara hingga ketua program kerja. Tawaran program kerja terus berdatangan dan selalu saya coba. Beruntungnya meskipun badan jadi kurus kering, nilai kuliah terus terjaga meskipun banyak kegiatan yang saya lakoni.

Selesai dari dunia perhimpunan saya lolos seleksi menjadi student staff disalah satu kantor di Kampus. Beberapa kepercayaan juga diberikan pada saya. Masuk semester tujuh, saya juga dipercaya menjadi ketua KKN. 

Saya menyadari sesuatu, kesempatan-kesempatan yang saya peroleh adalah hasil dari usaha keras saya. Hal ini juga membawa saya menjadi pribadi yang semakin ambisius untuk menjajal banyak pengalaman baru yang belum pernah saya peroleh. Tidak salah, saya selalu berusaha memberikan yang terbaik ketika saya diberi tanggung jawab dengan segenap hati saya. Sesuai dengan motto hidup saya : siap sedia dan rela berkurban, tapi ternyata saya melupakan satu hal penting.

"Saya kurang menghargai waktu"

Beberapa tahap telah saya lalui dalam proses pendaftaran internship ini, sampai saya melakukan kelalaian pada tahap terakhir. Tidak ada yang salah dari jawaban saya ketika proses interview, semua jujur dan apa adanya, buruk juga tidak. Sayangnya, saya datang terlambat 5 menit dari waktu yang telah ditentukan. Memang "puntion" menjadi permasalahan bagi saya. Bahkan pagi ini saya terlambat datang ke tempat kerja.

Selama satu bulan proses pengabdian masyarakat (KKN) yang saya lalui, memang saya sempat mengambil cuti kerja selama dua minggu, bahkan saya menghilang dari teman-teman dekat. Saya merasa diri sedang tidak baik-baik saja, saya sakit. Saya perlu istirahat, ada yang salah dan harus segera saya perbaiki. Saya akui KKN adalah sesuatu yang berat. Beban sebagai ketua, amat berat. Terlebih saya seorang pemikir, saya merasa harus menjaga tanggung jawab pada warga yang telah kami janjikan program kerja, teman-temen sekelompok tentunya, keluarga induk semang, Pak Dukuh, teman-teman Unit, almamater bahkan orang tua dari masing-masing teman sekelompok saya. Ini juga saya lakukan karena saya mengasihi mereka. 

Rupanya tidak semua hal harus kita anggap sebagai beban. Manusia itu lemah, ada hal-hal diluar keterbatasan kita. Ini waktunya untuk membenahi diri. Sepulang dari KKN banyak artikel yang saya baca, film yang saya tonton, seminar yang saya ikuti membawa saya pada sesuatu yang menjadi perhatian saya akhir-akhir ini. Banyak hal yang bisa kita cintai. Berlaku baik pada orang lain menjadi satu tanda cinta kita pada Sang Pencipta, namun kita sering lupa bahwa mencintai kehidupan juga berarti kita mencintai Sang Pemberi Kehidupan.

Akhir Januari ini saya memulai komitmen saya untuk mencintai kehidupan. Saya mencoba untuk mencintai alam dengan mengurangi penggunaan plastik. Saya akui ini memang sulit. Memulai menggunakan kembali botol minum, mengurangi penggunaan sedotan dan kantung belanja plastik. Mengkonsumsi makanan yang menghasilkan sedikit emisi seperti sayuran dan mengurangi konsumsi daging. Saya juga berusaha untuk semakin iklas dan mencintai apa yang saya lakukan. Saya mulai mencintai tempat dan lingkungan saya bekerja. Memaafkan berbagai hal buruk yang telah terjadi dan berhenti menyalahkan orang lain. Sesuatu terjadi karena memang sudah seharusnya terjadi. Saya berkomitmen untuk berusaha memberikan yang terbaik dan memperbaiki kekurangan yang telah lalu. Hari ini saya memperoleh pelajaran baru, bahwa Pencipta memberi waktu untuk kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Selamat berubah menjadi lebih baik, mari lakukan bersama-sama, saya juga sedang mengusahakannya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar