Provinsi Lampung lahir
pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
3 tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu
Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
Kostum adat Lampung dalam ajang Internasional. source : harianindo.com |
Terdapat empat pendekatan untuk mengenal Provinsi Lampung :
1.
Geografis
Secara geografis daerah Lampung
terletak pada kedudukan 130°30’ BT sampai 160°60’ BT dan 4°00’ LS sampai 6°00’ LS. Berada
pada ujung paling selatan pulau Sumatera yang batas-batasnya adalah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Selat Sunda
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut
Jawa
d. Sebelah Barat berbatasan langsung
dengan Samudera Indonesia
Ibu kota Provinsi Lampung adalah
Kotamadya Tanjung Karang – Teluk Betung suatu kota kembar yang oleh karena
pesatnya perkembangan sekarang telah menjadi satu yaitu Kotamadya Bandar Lampung.
Pelabuhan utamanya ialah Pelabuhan Bakauheni yang terletak di Lampung Selatan,
sebagai pelabuhan yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera, dan beberapa
pelabuhan kecil diantaranya Pelabuhan Krui, Menggala, Kota Agung di Teluk
Semaka dan Labuhan Maringgai. Selain itu terdapat Pelabuhan Udara utama yakni
Bandara Radin Inten II yang terletak di Branti, serta lapangan terbang AURI di
Menggala.
Padatnya lalu lintas transportasi
saat ini (2018) mengakibatkan waktu tempuh yang semakin lama jika dibandingkan
waktu tempuh pada tahun 1980an, yang mana dahulu melalui penerbangan Branti –
Jakarta hanya memakan waktu tempuh 25 menit kini dari Branti ke Cengkareng
memakan waktu sekitar 40 menit. Sedangkan melalui jalur laut jika dahulu dari
Bakauheni – Merak hanya memakan waktu tempuh 75 menit kini menjadi 3 jam
perjalanan.
2.
Topografi
-
Bagian
barat berbukit dan bergunung, dengan puncaknya; Gunung Pugung, Gunung Seminung,
Gunung Pesagi, Gunung Tanggamus, Gunung Sukmailang, Gunung Pesawaran serta
Gunung Rajabasa di bagian tenggara Lampung.
-
Bagian
timur merupakan daratan alluvial, daratan rawa padang surut dan river basin,
dengan sungainya Way Mesuji, Way Tulang Bawang, Way Sekampung dan Way Tebu.
3.
Penduduk
Daerah Lampung pada dasarnya tidak
hanya didiampi oleh suku bangsa Lampung saja akan tetapi didiami oleh banyak
suku bangsa Indonesia lainnya, misalnya Jawa, Sunda, Batak, Komering, Cina dan
lain-lain. Secara keadatan sebenarnya suka adat Lampung dibagi menjadi dua
golongan yakni masyarakat Lampung yang beradat Saibatin dan masyarakat Lampung
yang beradat Pepadun.
Masyarakat Lampung yang beradat
Pepadun, terdapat kemungkinan untuk seseorang meningkatkan kedudukannya sebagai
Penyimbang (pemimpin adat), misalnya melalui berbagai persyaratan adat.
Sedangkan bagi masyarakat Lampung yang beradat Saibatin, seseorang hanya dapat
menaikkan kedudukan sampai pada tingkat penyimbang pekon (kampung), dan tisak
ada kemungkinan untuk menjadi penyimbang marga karena penyimbang marga
berlangsung secara dinasti.
Masyarakat Lampung yang beradat
Pepadun mendiami bagian timur dan bagian tengah dari Provinsi Lampung,
sedangkan masyarakat Lampung yang beradat Saibatin mendiami bagian bagian barat
dan selatan Provinsi Lampung terutama di bagian pesisir pantai dan pulau-pulau
(kepulauan), sehingga sering disebut masyarakat Lampung pesisir.
Provinsi lampung memiliki luas
wilayah 35.376 km², terdiri dari jutaan masyarakat
coang etnis Lampung dan pendatang, hal ini sesuai dengan lambing Provinsi
Lampung yakni Sai Bumi Ruwa Jurai yang artinya masyarakat Lampung terdiri dari
dua asal, yaitu masyarakat penerima (suku bangsa Lampung) dan masyarakat yang
diterima (dari luar Lampung), dan juga menggambarkan bahwa suku bangsa Lampung
ini mempunyai dua sistim keadatan, yaitu masyarakat Lampung yang beradat
Pepadun dan masyarakat Lampung yang beradat Saibatin.
4.
Latar
Belakang Budaya
A. Sejarah
a. Menurut Babad Pakuan atau Babad
Pajajaran, disebutkan tentang Lampung antara lain pada :
Syair
1978 : “Pimpinan dari Nusa Lampung
Kidul yaitu Gajah Mangwalu
Maspanji Walungan Sari, gagah
perkasa tanggu kebal kulitnya.”
Syair 1620 : “ Orang seberang semua kumpul, negaranya
masing-masing yaitu
Nusa Kambanan, Botal, Tulang Bawang –
Johor Minangkabau, Badak, Menggala dan Patani”
Syair 1621 : “ Salang, Kutur, Buton, Selangor, Ambon,
Makasar dan Bugis, Siak Ternate dan Kampar, Riau dan Banjar, Nusa Lampung dan
Belambangan yang akan menyerbu”
Syair 1704 : “ Segera para Punggawa, memerintahkan
laskarnya tanda Bende Kebuyutan Lampung, itulah tanda berperang”
b. Menurut Dr. P. V Van Stein Callenfele
dalam bukunya Pedoman Singkat untuk Pengumpulan Pra Sejarah pada hal. 29
disebutkan :
“ Selanjutnya mesium
mempunyai suatu alat yang ajaib, dikemukakan di lereng gunung Tanggamus di
sebelah barat laut di Lampung. Barang ini dibuat dari batu kecubung (obsidian),
suatu bahan yang terus menyatakan bahwa untuk kita di negeri ini, bahwa ada
pengaruh luar dalam adanya kemajuan Zaman Batu.”
c. Berdasarkan atas penemuan yang dilanjutkan
dengan penggalian oleh Pusat Penelitian dan Sejarah dari Direktorat Sejarah
pada bulan Oktober 1976, di daerah Walur, Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten
Lampung Utara diketemukan tempayan yang berisi kapak-kapak batu baru
(neolitikum). Menurut Drs. Sukatno dan Drs. Haris Sukandar (yang melakukan
penelitian dan penggalian) bahwa umur dari situs ini sekitar 1500 tahun sebelum
masehi (SM)
Masih banyak penduduk
Lampung di bagian pedalaman yang menyimpan kain Pelepai atau kain kapal
(perahu). R. Von Haine Geldern, dalam bukunya Menyelidik Prasejarah di
Indonesia, menyatakan bahwa :
“Sama ajaibnya pakaian
brokat dari KROG di sebelah baratdaya Sumatera, kain dengan gambar perahu
simati, suatu motif yang sudah terdapat gederang penunggu (“neraka”) yang
tertua dari kebudayaan DONGSO yang termasuk beberapa abad sebelum tarich kita.”
Puspawidjaja, Rizani dkk. 1986. Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Lampung.
Lampung : Departemen Pendiidkan dan Kebudayaan
Kantor Wilayang Propinsi Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar