TEKS BERJALAN

EMERENSIA TANGKAS: SAYA PANCASILA. READINESS AND SACRIFICE

Senin, 07 Mei 2018

CINTA ITU SELALU BERBAGI


Saya bersama Indra dan Yanto

Minggu, 6 Mei 2018 memperingati hari jadi Himpunan Mahasiswa Program Studi Manajemen (HMPSM) Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Divisi Public Relation (PR) mengadakan kunjungan sekaligus acara syukur ke Panti Asuhan Putra Sancta Maria Boro yang berada di kompleks Gereja Santa Theresia Liseux Boro, Banjarsari, Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.

Saya Bersama teman-teman anggota aktif HMPSM yang kurang lebih berjumlah 90 orang, berangkat sekitar pukul 08.30 WIB menuju Boro menggunakan bus, perjalanan ditempuh kurang lebih 1 jam lamanya. Pemandangan berbeda terasa setelah memasuki Kabupaten Kulon Progo, hamparan sawah membentang dan pegunungan hijau serta sungai Progo yang besar dan berkelok menandakan kami sudah dekat dengan tempat tujuan. Setelah sampai saya dan teman-teman berjalan sedikit menanjaki bukit sehingga terlihat pula bukit-bukit di seberang. Setelah melewati gapura kecil dan bangunan tua yang nampaknya seperti kapel atau mungkin juga gereja tua, mulai terdengar suara anak-anak kecil menyanyikan lagu “Bapa Trima Kasih” yang mengingatkan saya pada masa duduk di Sekolah Dasar, lagu ini selalu dilantunkan bersama untuk mengakhiri kelas, rupanya suara itu berasal dari kelas Sekolah Minggu di Aula panti asuhan. 
Keceriaan adik-adik Pantu Asuhan Putra Sancta Maria Boro setelah mendapat hadiah game

Pukul sepuluh kegiatan dimulai, anak-anak usia SD hingga tiga SMP yang semuanya laki-laki berkumpul di Aula terbuka di samping panti, duduk diantara saya dan teman-teman. Acara dibuka dengan beberapa sambutan, lalu dilanjutkan dengan  doorprize singkat yang dipimpin oleh dua teman saya Andro dan Salsa. Terlihat beberapa anak dengan antusiasme, namun juga tidak sedikit diantara mereka yang terlihat malu-malu untuk berdinamika bersama saya dan teman-teman. Beberapa anak dipanggil ke depan untuk memperkenalkan diri, salah duanya bercita-cita menjadi pembalap dan tentara, impian yang keluar dari bibir mungil dan kepolosan hati mereka.
Suasana baru pecah ketika dilaksanakan game berkelompok yakni estafet karet,  melengkapi gambar dan estafet sarung. Kesempatan yang baik saya rasakan ketika saya menggenggam erat kedua tangan Indra dan Yanto salah dua anggota kelompok kami. Mereka begitu bersemangat dalam permainan. Dua anak usia 1 dan 5 SD yang tak jarang saya dengar berseteru lucu. Dari dua anak ini pula saya merasa mendapat banyak cerita dan pembelajaran. Indra bercerita bahwa mereka baru pulang dari misa di gereja sebelum kedatangan kami. Saat saya tanya;
“Tadi Indra sarapan apa?”
Ia menjawab;
“Pake telur.”
“Yang mbangunin kalo pagi siapa? Pake bel?”
“Bruder. Pake ketok pintu.”
Ini bukan kali pertama saya berkunjung ke panti asuhan, bahkan beberapa teman saya semasa sekolah juga merupakan anak panti. Namun saya merasa dari setiap kunjungan yang saya pernah lakukan selalu memberi pengalaman, cerita dan nilai yang berbeda yang bisa saya bawa dan syukuri. Dari Panti Asuhan Putra Sancta Maria ini justru saya merasa belum memberikan apapun. Hanya candaan barang kali yang bisa saya bagikan, tapi “cinta” dari adik-adik ini yang justru memberikan nilai-nilai kehidupan yang berharga bagi saya.
Setelah potong tumpeng, kami makan siang bersama, saya dan teman-teman memiliki waktu luang yang cukup lama untuk berdinamika bebas bersama adik-adik, salah seorangnya Darma. Darma adalah salah satu anak yang dapat berdinamika baik bersama kami, celotehnya yang lucu dan pengetahuannya yang ternyata agak sedikit lebih luas dari teman-teman yang lain. Saya mengetahui ini ketika dia bisa menjelaskan mengenai salah satu tokoh di Indonesia yang teman saya bilang memiliki wajah mirip Yanuar salah satu anak panti kelas 2 SD, sementara teman lainnya tidak tahu siapa tokoh tersebut. Rupa-rupanya setelah saya tanya Darma baru 3 tahun berada di Panti. Sebelumnya ia berasal dari Lampung sama seperti saya. Ia bercerita bahwa rumahnya di Bandar Lampung terletak tidak jauh dari kediaman Gubernur Lampung, Darma juga bercerita kulitnya yang putih karena ia tidak pernah keluar rumah selama di Lampung. Ketika saya bertanya;
“Darma tau Pringsewu nggak?”
“Tau! Tau!”
“Di situ rumahku, kita sama dari Lampung.”
“Ada panti asuhan putrinya kan disana?”
“Iya, Santa Elisabet.”
“Dulu aku hampir dimasukin ke sana kak.”
“Iya, abis bulu matamu bagus sih, lentik kayak cewek.”
Memang menurut sepengetahuan saya panti asuhan yang kami kunjungi di Boro ini dan panti asuhan yang ada di dekat rumah saya di Lampung, pada awalnya sama-sama dikelola oleh misionaris yang berasal dari Belanda  hanya bedanya panti di Pringsewu dikelola oleh suster-suster FSGM dan panti di Boro dikelola oleh Bruder-Bruder FIC.
Dari Darma pula saya mendepat penjelasan secara detail mengenai kegiatan mereka sehari-hari. Hampir sama seperti jadwal di panti-panti dan asrama-asrama yang dikelola oleh kongregasi-kongregasi Katolik pada umumnya, setiap hari mereka bangun pukul 4.15, setelah mandi semua misa harian di gereja, lalu sekitar 6.15 kembali ke Panti untuk sarapan lalu berangkat ke sekolah. Setelah pulang dari sekolah mereka makan siang, setelah itu ada jam istirahat siang, sore hari mereka piket membersihkan panti, setelah itu mandi, ada jam belajar sore, setelah jam makan malam mereka belajar kembali, lalu pukul 20.45 mereka berkumpul untuk doa malam. Baru setelah itu istirahat malam, untuk bangun dikeesokan hari dengan rutinitas yang sama pula.
Recha, Ninda, saya dan kak Edo bersama adik-adik panti

Tanggung jawab panti yang bergerak atas misi Yayasan Pangudi Luhur ini memperoleh dana untuk operasional sehari-hari dari Yayasan dan para donator dengan misi yang sama, yakni ikhtiar untuk mencapai sesuatu yang luhur. Tanggung jawab panti rupanya tidak hanya anak-anak yang berjumpa dengan kami di panti, hari itu tapi juga anak-anak lain di luar panti. Bagi mereka yang telah tamat SMP, mereka melanjutkan pendidikan ke SMK di Magelang, dengan uang kos setiap bulannya. Mereka kembali ke Panti pada minggu di akhir bulan atau bila ada kepentingan lain. Bagi anak-anak dengan prestasi baik dan apabila memenuhi persyaratan akan memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Pukul 12.00 kami berdoa Ratu Surga bersama yang dipimpin oleh salah seorang anak yang saya lupa Namanya, tapi saya ingat ia duduk di kelas 1 SMP. Saya dan teman-teman juga mendapat kesempatan untuk mendengarkan persembahan permainan kulintang dari beberapa anak yang membawakan lagu; Dalam Yesus Kita Bersaudara dan Kodok Ngorek. Salah satunya Darma yang membawakannya. Setelah itu acara ditutup dengan foto bersama.
Saya rasa ada banyak nilai yang hanya diperoleh adik-adik di Panti Asuhan Putra Sancta Maria Boro ini yang mungkin tidak saya dan teman-teman dapatkan dari pendidikan keluarga di rumah. Saya berharap semoga kelak mendapat kesempatan untuk berjumpa kembali dengan mereka, saya percaya anak-anak spesial ini dikirim untuk menjadi alat bagi Tuhan sebagai sarana cinta kasih, untuk berkarya dan menjadi mitra untuk bersama-sama memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan dalam mencapai nilai-nilai luhur. Semangat adik-adik! Cinta itu selalu berbagi!
Brenda, Romano, Ninda dan saya bersama adik-adik panti

 
Kami anggota aktif HMPSM bersama Bruder dan adik-adik panti terkasih

Saya bersama Alfares dan Yanuar setelah makan siang

Yogyakarta, 7 Mei 2018 (19.28 WIB)
Oleh Emerensia Tangkas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar